Langkat||Kompasnusa2.com
Kinerja Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Langkat, menjadi pembicaraan hangat saat digelarnya acara Fokus Group Discussion (FGD) dengan Bawaslu Provinsi Sumut di Pulung Cafe Simpang Bambuan Kota Stabat Kabupaten Langkat, Sabtu (26/10/2024).
Hadir menjadi pembicara dalam kegiatan FDR tersebut yakni Rina Sitompul (Akademisi dan Praktisi Hukum), Humas Bawaslu Provinsi Sumut Saut Boang Manalu, Aktivis GMNI Kota Binjai dan perwakilan Media Center Bawaslu Provinsi Sumut.
Dalam kesempatan itu, masing-masing pembicara menyampaikan pentingnya peran serta masyarakat, wartawan dan aktivis mahasiswa menjadi sosial kontrol tahapan pelaksanaan Pemilu/Pemilukada 2024.
"Terkait janji politik yang disampaikan calon pemimpin, dan jika benar-benar terpilih tapi ternyata pemimpin tersebut ingkar janji (wanprestasi) bisa digugat secara perdata. Kita sebagai masyarakat, aktivis dan media, jangan abai akan hal-hal seperti ini. Jika pemimpin yang dengan sengaja mengabaikan janji-janji politiknya dengan sengaja, bahkan bisa digugat secara pidana," ujar Rina.
Hal ini juga ditegaskan oleh Humas Bawaslu Provinsi Sumut Saut Boang Manalu, bahwa peran media dan aktivis tidak bisa dipisahkan dalam pelaksanaan berbagai tahapan Pemilu/Pilkada.
"Khusus pelaksanaan tahapan Pilkada, peran media dan aktivis sangat penting. Jadi, Bawaslu sebagai pelaksana pengawasan tahapan-tahapan Pilkada yang sedang berjalan, harus menyampaikan ke publik melalui media. Karena, apa yang dilakukan dalam setiap tahapan yang berjalan, harus dipertanggungjawabkan," urainya.
Saut juga menyesalkan atas ketidakhadiran Ketua Bawaslu Langkat dan Komisioner atau Divis Bawaslu Langkat yang seperti sengaja tidak menghadiri kegiatan diskusi yang diselenggarakan.
Dalam sesi tanya jawab yang disampaikan perwakilan wartawan terkait banyaknya indikasi pelanggaran tahapan Pilkada Langkat baik masalah bertaburnya spanduk atau Alat Peraga Kampanye (APK) Paslon yang sengaja dipasang di lokasi-lokasi sekitar perkantoran pemerintah daerah dan indikasi sengaja melibatkan ASN yang dilakukan salah satu Paslon Bupati Langkat, sampai saat ini media tidak pernah mengetahui tindakan yang dilakukan Bawaslu selalu Badan Pengawas Pemilu yang menggunakan anggaran pemerintah.
"Setiap kita konfirmasi, Ketua Bawaslu tidak pernah menyahuti. Begitu juga saat indikasi pelanggaran itu kita tayangkan menjadi konsumsi publik, Ketua Bawaslu seolah tidak pernah peduli. Sehingga, kami menganggap ada sesuatu hal yang sengaja ditutup-tutupi oleh Bawaslu.
Kami prihatin, jika Ketua Bawaslu menganggap wartawan sebagai musuh yang harus dihindari," ujar Reza Lubis media HalkaHalki yang diamini perwakilan media lainnya.
Mendengar apa yang disampaikan perwakilan wartawan tersebut, membuat pembicara dan Humas Bawaslu Provinsi Sumut kaget.
"Luar biasa ternyata di Langkat ini. Padahal, kita sudah perintahkan kepada seluruh Bawaslu di Kabupaten/Kota di Sumut untuk merangkul awak media sebagai Mitra penyampai program pelaksanaan tahapan Pilkada. Tapi ternyata Bawaslu Langkat sepertinya sengaja membangun jurang pemisah dengan rekan media. Ini saya pastikan akan kami tindaklanjuti. Selain itu, rekan media bisa melaporkan sikap Ketua Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) dengan melampirkan hasil temuan dan pemberitaan," ujar Saut geram.
Dijelaskan Saut, jika rekan media merasa kesulitan untuk melaporkan sikap Ketua Bawaslu Langkat ke DKPP, sampaikan permasalahannya kepada saya, biar saya jabarkan langkah-langkah pelaporan itu.
"Selain itu, apa yang sudah rekan-rekan sampaikan kepada saya terkait permasalahan yang terjadi dengan Ketua Bawaslu Langkat, saya pastikan akan menerusoannya kepada pihak terkait. Ada apa sebenarnya dengan Bawaslu Langkat?" ujarnya.
Sementara itu, perwakilan aktivis mahasiswa mempertanyakan bagaimana mengawasi terjadinya Black Campaign di media sosial.
Saut menjelaskan, Black Campaign merupakan model kampanye dengan cara membuat suatu isu atau gosip yang ditujukan kepada pihak lawan, tanpa didukung fakta atau bukti yang jelas (fitnah).
"Ingat, yang dikatakan Black Campaign itu jika sudah berbau SARA, dengan cara mengait-ngaitkan suku dan agama untuk memilih suatu calon yang dianggap agama atau sukunya yang paling benar dibanding calon lainnya. Nah, kalau itu terjadi ada pidana yang mengaturnya. Namun, jika media membuat suatu pemberitaan terkait peringatan kepada masyarakat untuk memilih calon pemimpin dengan melihat latar belakang atau rekam jejak Paslon lain, itu bukan merupakan suatu perbuatan Black Campaign jika sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Karena itulah gunanya aktivis dan media yang menjadi sosial kontrol untuk kebaikan masyarakat yang lebih luas," urainya.
(Tolhas Pasaribu)