Medan||Kompasnusa2.com
Telah ditetapkan lima tersangka terkait kasus korupsi PPPK Langkat Tahun 2023 belum dilakukan penahanan oleh Polda Sumut membuat ratusan guru honorer kecewa sehingga melakukan aksi protes. Aksi protes tak terduga terjadi di depan Markas Polda Sumut pada Rabu, 16 Oktober 2024. Sekelompok guru honorer dari Kabupaten Langkat yang kecewa dengan lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi seleksi PPPK Langkat 2023 memberikan sebuah “penghargaan” satir kepada Polda Sumut. Mereka menyebut Polda Sumut sebagai “Polda Terbaik” karena dianggap tidak menahan para tersangka dalam kasus ini.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait seleksi PPPK di Kabupaten Langkat yang sudah berjalan selama sepuluh bulan ini terus memancing perhatian masyarakat. Lima orang tersangka, termasuk Kepala Dinas Pendidikan, Kepala BKD, dan dua kepala sekolah, belum ditahan oleh Polda Sumut dengan alasan mereka bersikap kooperatif.
Ketua aksi protes, yang juga mewakili 103 guru honorer Langkat, menyatakan bahwa ketiadaan penahanan ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. “Kalau maling atau penipu cepat sekali ditahan, kenapa tersangka korupsi bisa bebas? Apakah karena mereka pejabat?” ujar salah satu perwakilan guru dengan nada kecewa.
Tuntutan Keadilan dan Bentuk Kriminalisasi
Para guru menilai tindakan Polda Sumut tidak melakukan penahanan bertentangan dengan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka juga menyoroti dampak intimidasi yang terus dirasakan oleh guru-guru yang berani melaporkan kecurangan ini. Bahkan, seorang guru yang menjadi pelapor justru dilaporkan kembali dengan tuduhan yang dinilai tidak berdasar, yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi dan upaya pembungkaman terhadap para guru.
Dalam aksi tersebut, para guru membawa spanduk yang mengkritik keras kinerja Polda Sumut dan menyerahkan “penghargaan” sebagai sindiran. Menurut mereka, penghargaan ini layak diberikan karena beberapa indikator kinerja yang dianggap buruk, antara lain:
1. Penyidikan yang bermasalah,
2. Lamanya proses penyidikan (undue delay),
3. Tidak adanya pemberitahuan tertulis lanjutan (SP2HP),
4. Tidak ditahannya para tersangka korupsi PPPK,
5. Belum ditetapkannya aktor utama kasus ini sebagai tersangka, dan
6. Berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Sumut tetapi belum dikirimkan oleh Polda Sumut.
Kritik Tajam Terhadap Penegakan Hukum
Kecurangan dalam seleksi PPPK Langkat 2023 ini dinilai para guru telah melanggar berbagai peraturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, hingga UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain itu, regulasi-regulasi terkait seleksi ASN seperti Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2023 dan ketentuan Kemendikbud juga dianggap terabaikan dalam kasus ini.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra, SH., MH., turut menyuarakan dukungan terhadap aksi para guru. Ia menyebut tindakan tidak ditahannya para tersangka sebagai bentuk privilese yang merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. “Apa yang terjadi dalam kasus ini jelas mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama para guru yang telah berjuang selama hampir setahun,” ujar Irvan.
Dengan terus berlarut-larutnya penanganan kasus ini, para guru honorer Langkat berharap Polda Sumut segera menuntaskan kasus korupsi PPPK dengan transparan dan adil, serta menahan para tersangka demi menciptakan rasa keadilan bagi semua pihak. Mereka bertekad akan terus memperjuangkan hak dan keadilan sampai kasus ini tuntas.
Aksi ini semakin menambah sorotan terhadap Polda Sumut, yang kini berada di bawah tekanan publik untuk menjelaskan alasan-alasan di balik tidak ditahannya para tersangka dalam kasus yang dinilai merugikan masyarakat, khususnya para guru honorer di Langkat.
(Tolhas Pasaribu)