Medan||Kompasnusa2.com
Ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, masih berjuang atas hak-hak mereka setelah dinyatakan tidak lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023.Perjuangan mereka kini semakin intens, baik melalui laporan dugaan tindak pidana korupsi di Polda Sumut maupun gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Pada persidangan di PTUN Medan yang berlangsung, Jum'at (23/8/24) kemarin, para guru honorer menghadirkan ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, SH, MH, LL.M. Dalam persidangan tersebut Feri Amsari memberikan kesaksian yang memperjelas berbagai permasalahan dalam proses seleksi PPPK di Langkat.
Menurutnya, salah satu masalah utama dalam seleksi PPPK ini adalah adanya nilai/penilaian Seleksi Teknis Kompetensi Tambahan (SKTT) yang tiba-tiba muncul sebagai kreteria dalam seleksi. Ia menjelaskan, "Seharusnya, jika ada SKTT dalam peraturan teknis, hal tersebut harus diumumkan sejak awal dalam pengumuman lowongan. Jika muncul tiba-tiba, ini jelas melanggar aturan dan merugikan hak orang lain. " Ungkapnya
Ditegaskannya bahwa tindakan pemerintah daerah yang melakukan perubahan pengumuman dan penambahan kriteria seleksi secara mendadak adalah bentuk administrasi dan birokrasi yang tidak profesional.
"Proses yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh dadakan. Jika prosesnya dilakukan secara mendadak, seperti yang terjadi di Langkat, ini sudah menyalahi aturan hukum dan merugikan banyak pihak", kata Feri Amsari.
Disebutkan Feri, bahwa ketidak propesionalan dalam birokrasi ini bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUB) diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Feri Amsari, kesalahan ini seterang cahaya dan jelas menunjukkan ketidakadilan yang harus diperbaiki.
Dalam sesi pertanyaan dari kuasa hukum Pemkab Langkat, Feri Amsari dengan tegas menentang pihak tergugat untuk membuktikan bahwa pengumuman pelaksanaan SKTT telah sesuai dengan prosedur dan diumumkan sejak awal.
"Jika bisa dibuktikan bahwa SKTT diusulkan dan disetujui sebelum pelaksanaan seleksi serta diumumkan dalam pengumuman awal, itu baik. Namun jika dilakukan setelah proses seleksi berjalan,maka ini jelas tidak profesional dan melanggar regulasi," tegas Feri Amsari.
Kepada wartawan Feri Amsari mengatakan, kasus ini sebenarnya sederhana dan tidak perlu dibuat rumit. "Birokrasi pemerintahan daerah punya kesalahan yang terang benderang dan jelas, maka tugas pengadilan adalah memperbaikinya," ucap Feri Amsari.
Di kesempatan yang sama Direktur LBH Medan, Irvan Sahputra, SH, MH menyatakan bahwa proses seleksi PPPK di Langkat tahun 2023 melanggar berbagai ketentuan hukum termasuk Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan terkait lainnya. LBH Medan menuntut agar hak-hak guru honorer yang dirugikan segera dikembalikan.
Dengan adanya kesaksian dan bukti yang dihadirkan dipersidangan, diharapkan hakim dapat melihat dengan jelas ketidak adilan yang terjadi dan memberikan keputusan yang adil untuk mengembalikan hak-hak para guru honorer yang telah dirugikan. "Saya yakin hakim akan terpanggil untuk memperbaiki dan mengembalikan hak para guru honorer," tutup Feri Amsari.
(Tolhas Pasaribu)